PENARIKAN DIRI INDONESIA DARI KEANGGOTAAN PBB

Nabillaaa16
4 min readJan 22, 2021

--

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fm.youtube.com%2Fwatch%3Fv%3DNk8hAdwyPf4&psig=AOvVaw2PRZKAs9AOsxSqE5G5jgiX&u

Indonesia pertama kali resmi menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950. Dengan bergabungnya Indonesia menjadi anggota PBB, menunjukkan bahwa Indonesia sudah diakui dunia sebagai negara merdeka, dan memiliki kedudukan yang sama dengan negara-negara lain, serta tentunya memiliki hak yang sama untuk ikut mengusahakan perdamaian dunia, yang merupakan salah satu prinsip utama dari PBB.

Setelah 5 tahun kemudian, melalui surat tertanggal 20 Januari 1965, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Indonesia memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal PBB bahwa pada tanggal 7 Januari 1965, setelah masuknya negara neokolonial Malaysia sebagai salah satu anggota Dewan Keamanan, Pemerintah Indonesia, setelah melakukan pertimbangan dengan cermat, mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari PBB.

Berangkat dari pernyataan tersebut sudah terlihat jelas alasan mengapa Indonesia melakukan penarikan diri dari PBB. Soekarno yang merupakan sosok anti kolonialisme yang menolak keberadaan Malaysia yang diterima oleh PBB sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan, karena merasa bahwa Malaysia merupakan negara boneka bentukan Inggris yang dapat mengancam perdamaian Indonesia, yang ternyata pada kenyataannya betul, di mana Persekutuan Tanah Melayu atau Federasi Malaysia, sempat ingin menggabungkan Borneo Utara, Sarawak, dan Singapura menjadi satu negara baru, yang sebelumnya oleh Soekarno sudah Ia curigai dari awal.

Selain dari kedudukan Indonesia yang tidak setuju dengan diterimanya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan, surat pengunduran diri Indonesia dari PBB yang dibuat oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Indonesia juga berisikan pernyataan bahwa, “I want to assure you that Indonesia still upholds the lofty principles of international co-operation as enshrined in the United Nations Charter. This, however, can be implemented outside as well as inside the United Nations body. Indonesia has been active in the field of international co-operation for a better world and it will continue to do so.

Selain dari alasan diatas, keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB juga merupakan penyebab atas kekecewaan Indonesia terhadap PBB, yang terlalu condong kepada negara-negara barat, lalu PBB yang terlalu menerapkan sistem yang berasal dari negara barat, serta ketidakmampuan PBB untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan negara, salah satu diantaranya yaitu permasalahan Irian Barat yang penyelesaian sangat lama.

Dengan ini penulis merasa bahwa, salah satu diantara alasan-alasan mengapa suatu negara mengundurkan diri atas keanggotaannya dari PBB adalah karena adanya kepentingan pribadi, yang mana dalam hal ini kepentingan negara.

Sekjen PBB selanjutnya memberi komentar terhadap surat tersebut dengan menyatakan bahwa, dikarenakan posisi yang diambil oleh Indonesia merupakan kondisi yang tidak diatur dalam Piagam PBB, maka digunakanlah deklarasi yang berhubungan dengan posisi a quo, yang secara khusus, memberikan penekanan pada resolusi interpretatif dari San Francisco Conference (Doc. №1178, I / 2/76 (2), 7 U.N. Conf. Int’l Org. Docs. 328 (1945); sebagaimana dimaksud dalam Surat United Kingdom, dan direproduksi oleh Schwelb, hal.663), yang menyatakan bahwa, “a State seeking to withdraw from the organisation would be required to justify its decision to do so, by reference to ‘exceptional circumstances’”,

Selanjutnya surat pengunduran diri tersebut diajukan kepada Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB, yang merupakan organ yang mengurus segala hal perihal keanggotaan, juga kepada negara-negara anggota lainnya, dan dalam komentar tersebut Sekjen juga menyatakan bahwa sudah dilakukannya konsultasi dengan para anggota organisasi.

Sebagai penutup, Sekjen PBB selanjutnya menyampaikan penyesalan mendalam yang secara luas yang di PBB, bahwa Indonesia merasa perlu untuk melakukan pengunduran diri dan berharap bahwa pada waktu kedepannya nanti, Indonesia akan bekerjasama lagi dengan PBB.

Melalui komentar Sekjen PBB, dapat disimpulkan bahwa dengan ketiadaan ketentuan yang mengatur mengenai pengunduran diri keanggotaan PBB, PBB mengambil jalan dengan mengadopsi deklarasi San Francisco Conference, dengan menyimpulkan bahwa posisi yang dialami Indonesia merupakan ‘exceptional circumstances’, lalu mengajukan keadaan tersebut kepada Dewan Keamanan, Majelis Umum PBB, dan negara-negara anggota lainnya, serta mengadakan konsultasi antar para anggota untuk melihat posisi resmi yang akan diambil.

Kemudian setelah Indonesia secara resmi keluar dari PBB, terdapat berbagai implikasi yang dialami oleh Indonesia, di berbagai bidangnya, terutama pada bidang perekonomian, dan politik Indonesia.

Meninjau dari bidang Perekonomian, berdasarkan buku Perekonomian Indonesia: Antara Konsep dan Realita Keberlanjutan Pembangunan (2019), perekonomian Indonesia dilihat merosot, dan keluarnya Indonesia dari PBB merupakan salah satu penyebab terbesar kemerosotan tersebut terjadi. Setelah mengeluarkan Indonesia dari PBB pada 1 Januari 1965, Presiden Soekarno menetapkan Berdikari atau Berdiri di Bawah Kaki Sendiri, yang menegaskan pendirian Indonesia untuk tidak bergantung pada negara lain. Namun tentu jika berkaca pada realita, Berdikari terlalu idealis dan berat untuk diwujudkan, yang akhirnya membuat harga bahan pangan naik dan nilai rupiah merosot, dengan tingkat peredaran uang naik hingga 161 persen, sementara inflasi yang mencapai 592 persen, pada tahun 1965 setelah keluarnya Indonesia dari PBB, hal tersebut juga menjadi salah satu akibat dari pemberhentian bantuan asing karena posisi Soekarno yang menolak keras bantuan dana dari International Monetary Fund (IMF), yang akhirnya juga menyebabkan pada investasi yang merosot tajam.

Sedangkan di bidang politik, dengan keluarnya Indonesia dari PBB, membuat Indonesia menjadi terasingkan dari pergaulan serta perpolitikan negara-negara dunia, sehingga membuat ruang gerak Indonesia menjadi sempit. Hal ini membuat Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan nasionalnya yang dapat tidak dapat dipenuhi sendiri, melainkan membutuhkan bantuan asing atau negara lain dalam pemenuhannya. Selain itu hilangnya bantuan PBB untuk Indonesia dalam hal penyelesaian sengketa yang melibatkan Indonesia, serta bantuan terkait permasalahan-permasalahan dalam negeri Indonesia mengenai isu-isu ekonomi, sosial, lingkungan, budaya, pendidikan dan lain sebagainya, yang PBB implementasikan melalui badan utamanya maupun komite khusus lainnya dengan memberikan bantuan kepada Indonesia, baik secara material maupun non-material.

Referensi :

Kelsen, H. (1948), “Withdrawal From the United Nations. Western Political Quarterly”, 1(1), p. 33., diakses pada 3 Desember 2020

LETTER OF INDONESIA ON WITHDRAWAL FROM UNITED NATIONS. (1965). International Legal Materials, 4(2), 366. Diakses pada December 4, 2020

Putri Pratiwi Lakuana, Skripsi: “Indonesian Diplomacy Become Non-Permanent Member of United Nations Security Council 2019–2020”, (Yogyakarta: UMY, 2017), Hal. 18

Putri Pratiwi Lakuana, Skripsi: “Indonesian Diplomacy Become Non-Permanent Member of United Nations Security Council 2019–2020”, (Yogyakarta: UMY, 2017), Hal. 37

--

--